Jakarta- Suara Kita News
Pelambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tinggi yang melanda beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS), dampak atau pengaruhnya mulai dirasakan para pangusaha di tanah air. Terutama para pangusaha di bidang industri tekstill (garmen) dan industri alas kaki (sepatu).
Menurut para pengusaha, dari dua jenis industri tersebut telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan buruh yang dirumahkan mencapai puluhan ribu orang akibat berkurangnya atau ketiadaan order atau order dibatalkan oleh negara tujuan ekspor di Amerika Serikat dan Eropa.
Kondisi seperti itu diakui Ketua Umum Perkumpulan Pangusaha Produk Tekstil Jawa Baat (PPPTJB) Yan Mei dengan mengatakan, sejak beberapa pekan terakhir, ada laporan dari 14 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat mengenai adanya PHK di sejumlah perusahaan tekstil.
" Total PHK itu ada 64.000 buruh atau pekerja dari 124 perusahaan," kata Yan Mei dalam Konperensi Pers secara virtual pada hari Rabu (2/11) sebagaimana dikutip Tempo.com. Dikatakan, kondisi itu tetjadi akibat penurunan daya beli masyarakat, khusunya daya beli di negara-negara tujuan ekspor.
Dikatakan, perusahaan-
perusahaan yang terdampak disebutkan ada 18 perusahaan yang tutup sehingga akhirnya terpaksa melakukan PHK terhadap 9500 karyawannya. Dikhawatirkan, jumlah karyawan yang terkena PHK akan terus bertambah seiring laporan yang masuk akibat adanya resesi global.
Yan Mei mengungkapkan, di pabrik garmen miliknya di Kabupaten Bogor, terjadi panurunan pesanan secara drastis sejak April 2022. Penurunannya mancapai 50 persen lebih.
Di bulan-bulan berikutnya terjadi ke tidak stabilan pesanan. Bahkan dikatakan, volume pesanan sempat tak mencapai 30 persen dari jumlah pesanan semula. " Jika bisa mempertahankan pesanan yang ada saja kami cukup berterima kasih," ujarnya.
PHK 22500 Buruh
Informasi tentang PHK ini masih simpang-siur. Meski sumbernya cukup kuat, tapi masih ada yang berani mambantah, mengatakan , informasi tentang PHK itu bohong. Bahkan dari kalangan pengurus serikat buruh atau pekerja sendiri, termasuk Said Iqbal selaku presiden KSPI.
Namun, fakta yang ada tidak bisa dibantah. Yang perlu, Pemerintah dan para pengusaha seta para buruh atau pekerja bersama-sama berusaha mencari solusi agar PHK tidak semakin meningkatkan, mengingat situasi ekonomi global yang tetancam resesi yang sulit dihindari.
PHK bahkan tidak saja melanda sektor industri tekstil, tapi sudah merembet ke sektor industri lain dengan produk ekspor seperti industri alas kaki (sepatu) sebagaimana duangkapkan Direktur Éksékutip Asosiasi Persepaturan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, sebanyak 22500 buruh di bidang industri alas kali telah terkena PHK.
Dikatakan, industri alas kaki di tanah air sejak Juli 2022 terus mengalami panurunan order. Cuma katanya, karena pendataan yang terlambat dari realisasi pengiriman, hingga Agustus 2022 ekspor alas kaki Indonesia terlihat masih tumbuh signifikan.
Bantahan terjadinya PHK massal juga datang dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang merupakan suatu keanehan, karena Kemenkeu itu bidang tugas bukan soal ketenaga kerajaan tapi itu bidangnya tugas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang berkompeten menanggapinya.
" Berdasarkan penelitian teman-teman Kemenkeu yang ada di Jabar, tadi dilaporkan, sebenarnya belum ada terjadi PHK massal," kata Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Ayu Wijaya dalam briefing medianya di salah satu hotel di Bogor Jum,'at (4/11) malam.(**)