By: Basril Basir
Depok-Suara kita News
Lagi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ,(DPRI-RI) terlibat kasus korupsi. Kali ini tidak tanggung-tanggung. Kalau selama ini kebanyakan yang terlibat kasus korupsi itu adalah anggota DPR-RI, sekarang yang terlibat termasuk unsur pimpinan, yaitu Wakil
Ketua DPRI-RI.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. " Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin terlibat dalam kasus dugaan penerimaan suap oleh Penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) SRP," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalan konfrensi Pers di gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan Kamis (22/4).
Firli memang tidak menyebutkan Aziz juga menerima suap dalam kasus itu, tapi disebutkan, Azizlah yang memperkenalkan Penyidik KPK SRP itu dengan Walikota Tanjungbalai M. Syahrial (MS). Ke tiganya bertemu di rumah dinas Aziz di wilayah Tebet, Jakarta Selatan pada bulan Oktober 2020.
Dalam pertemuan itulah Aziz memperkenalkan Penyidik KPK SRP dengan MS yang diduga memiliki permasalahan terkait penyidikan dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang tengah dilakukan KPK, ujar Fikri.
Mernurut Firli, pertemuan itu dilakukan agar kasus yang dialami Walikota Tanjungbalai M Syahrial tidak naik ke tingkat penyidikan. M Syahrial minta agar penyidik KPK SRP dapat membantu upaya permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK.
Setelah pertemuan itu, Penyidik KPK SRP memperkenalkan M Syahrial dengan Pengacara bernama Maskur Husain (MH) untuk membantu menyelesaikan masalahnya dengan membuat komitmen.
Penyidik KPK SRP dan MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang tengah diselidiki KPK intuk tidak ditindaklanjuti dengan menyiapkan uang sebesar Rp 1,5 miliar.
MS menyetujui permintaan SRP dsn MH tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Rirfka Amalia) teman dari saudara SRP dan MS juga memberikan uang tunai kepada SRP hingga uang tunai yang diterima SRP berjumlah Rp 1,3 miliar, ujar Fikri.
Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MH, jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti KPK. Uang yang telah diterima SRP dari MS lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan 200 juta.
Dikatakan, Pengacara MH diduga juga menerima uang dari pihak lain sebesar Rp 200 juta, sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta.
Dengan terbongkarnya kasus tersebut, KPK kemudian menetapkan MS, SRP dan MH sebagai tersangka alam kasus dugaan tindak pidana korupsi yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara dalam kasus penanganan perkara Walikota Kota Tanjungbalai MS tahun 2020-2021.
Atas perbuatannya, SRP dan MH disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan MS disangka melanggar padal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada kesempatan itu Ketua KPK Firli Bahuri juga menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat atas tindakan Penyidik KPK yang menerima suap dalam kasus dugaan korupsi oleh Walikota Tanjung balai, Sumatera Utara (Sumut) tersebut.(bb)