By: Basril Basir
Editor : Yerrydewa
Jakarta-Suara Kita News
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (Dir. PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi ,(KPK) Sujanarko memprotes keras Bima Haria Wibisana, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang melabeli 51 Pegawai KPK sudah rusak, tidak bisa diperbaiki dan tidak bisa dididik terkait wawasan kebangsaan.
Sujanarko menyatakan perang terbuka terhadap Kepala BKN Bima Haria Wibisana, terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang berujung penonaktifan 75 pegawai KPK
" Kayaknya kita harus perang terbuka deh. Dia(Bima Haria) biar nggak ngumpet terus. Ini kan nggak profesional namanya, "kata Sujanarko kepada wartawan Kamis 27/5/2021 di Jakarta.
Koko panggilan akrabnya, menyampaikan protes keras kepada Bima terkait pelaksanaan TWK sebagai bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebagai asesor, BKN dinilai telah mengabaikan sejumlah prosedur yang benar dalam pelaksanaan asesmen KPK. Pertama katanya, BKN hanya menggunakan tiga dari enam komponen yang semestinya digunakan dalam asesmen pegawai lembaga antirasuah itu.
Menurut Koko, penggunaan hanya tiga komponen itu membuat 75 pegawai tidak lulus. Dia merinci ke enam komponen itu adalah tes tertulis, esai, role play, FGD dan presentasi. BKN hanya menerapkan tiga tes yakni esai, tulis dan wawancara.
" Jadi, kalau semakin kecil komponen tingkat validitas, reliabilitas semakin rendah "Mungkin hanya 40-50 persen," katanya. Dengan alat ukur yang sangat buruk itu bisa dibayangkan, dia (BKN) melabeli 51 orang dengan yang sudah rusak. Tidak bisa diperbaiki. Tidak bisa dididik terkait wawasan kebangsaan, katanya.
Dengan metode tes seperti itu, Koko mengaku kecewa, sebab dirinya tidak berbeda dengan teroris dan separatis. Untuk itu Koko menantang Bima untuk menjawab prosedur TWK yang menurutnya tidak menenuhi kriteria.
" Apa bedanya saya dengan teroris? Apa bedanya saya dengan pasukan separatis. Sampaikan ini kepada Bima Haria untuk bisa menjawab itu. Apa argumentasinya," tagas Koko.
Reaksi Keras
Kebijakan pemecatan 75 pegawai kemudian berkurang jadi 51 pegawai KPK itu, mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat.
Ada yang bereaksi menyebut KPK sudah tamat riwayatnya dan korupsi semakin merajalela. Ketua KPK Firli Bahuri membangkang terhadap Presiden Joko Widodo dengan mendapat dukungan dari BKN dan Kenenpan dan Reformasi Birokrasi.
Karena Presiden Joko Widodo dalam pernyataan sikap dan arahannya menanggapi polemik mengenai nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK itu mengatakan , TWK tidak bisa dijadikan alasan untuk memberhentikan pegawai, sebagaimana bunyi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan, alih status pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan pegawai.
Bahkan anggota Komusi III DPRRI Arsul Sani dari Fraksi P-3 menilai, pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK kemudian berubah jadi 51 pegawai itu, tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang KPK No 19 Tahun 2019. UU hasil revisi kata Arsul tidak didisain untuk memberhentikan pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan dalam proses alih status pegawai menjadi ASN atau PNS.(**).