By: Basril Basir
Editor : Yerrydewa.
Jakarta- Suara Kita News.
Ada fenomena baru dalam sidang perkara korupsi akhir-akhir ini, dimana terdakwa atau oknum-oknun yang terlibat dalam perkara korupsi seperti suap dan gratifikasi ramai-ramai mengembalikan uang hasil korupsi itu ke Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Tindakan tersebut hanya bisa mengurangi besarnya kerugian negara, tapi bukan sebagai pemaaf terhadap suatu tindak pidana yang telah dilakukan. Kalau uang suap atau gratifikasi tersebut dikembalikan kepada negara sebelum perkaranya disidik, ceritanya bisa jadi lain barangkali.
Seperti yang terjadi dalam kasus korupsi dengan terdakwa mantan Gubernur Sulawesi Selatan ,(Sulsel) NA yang perkaranya tengah disidangkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Makassar, Panitia Lelang Pemprov Sulsel ramai-ramai mengembalikan uang suap ke KPK.
Tindakan pengembalian uang hasil korupsi itu paling hanya mungkin bisa meringankan tuntutan jaksa atau hukuman yang akan dijatuhkan hakim. Tapi kalau pengembalian uang itu tidak bisa menutupi kerugian negara, jaksa atau hakim akan berpikir tujuh kali memberikan keringanan tuntutan atau putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.
Dalam kasus korupsi mantan Gubernur Sulsel NA ini misalnya, pegawai Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel
ramai-ramai kembalikan uang hasil korupsi ke KPK.
Tindak pengembalian uang suap dan gratifikasi sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel itu diketahui dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar.
Beberapa pegawai dan juga panitia tender proyek di Pemprov Sulsel disebut menyetor kembali uang ke rekening penampungan KPK dalam perkara Gubernur Sulsel non aktif. Pengembalian uang itu jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah.
Di antara penyetor tercatat Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti yang telah berulangkali mengembalikan uang dengan nominal bervariasi. Setoran pertama dilakukan pada tanggal 15 Maret 2021 sebesar Rp 160 juta, Rp 65 juta disetor pada tanggal 16 Maret 2021 dan Rp 3,5 juta pada tanggsl 6 April 2021.
Ada pula setoran dari kelompok kerja (Pokja) atas nama Syamuriadi sebesar Rp 35 juta pada tanggal 25 Maret 2021. Lalu atas nana Yusril Mallombasang yang menyetor Ro 160 juta pada tanggal 15 Maret 2021. Pada hari yang sama Yusril kembali menyetor Rp 35 juta.
Kalau ditotal semua setoran tersebut jumlahnya mencapai lebih dari Rp 500 juta. Apakah uang itu bisa atau belum bisa menutupi jumlah kerugian negara dalam kasus korupsi atas nama mantan Gubernur Sulsel NA ini, tentu tergantung hasil persidangan berapa jumlah kerugian negara, karena kerugian negara merupakan unsur utama dalam perkara korupsi.
Sari Pudjiastuti ini namanya sempat disebut
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mohammad Asri Irawan pada sidang terdakwa dugaan suap Agung Sucipto yang menyeret nama Gubernur Sulsel NA.
JPU Mohammad Asri mengatakan, Nurdin Abdullah meminta Sari agar memenangkan perusahaan yang ditunjuknya pada sejumlah tender proyek, salah satunya adalah PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto untuk proyek pembangunan jalan ruas Palampang- Munte Bontolempangan, Kabupaten Bulukumba yang dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2020 dengan pagu anggaran Rp 15,7 miliar.
Sari sendiri mengaku akan tetap kooperatif jika dimintai keterangan oleh KPK. Ruang kerja Sari sendiri sempat digeledah KPK pada awak Maret lalu. Sejumlah dokumen diamankan dari ruang kerjanya. Sari juga sudah dua kali diperiksa oleh KPK terkait kasus yang menjerat Gubernur Sulsel non aktif NA ini. (**)