By: Basril Basir
Editor : Yertydewa
UPAYA Pemerintah menangani kasus pengamplangan dan Bantuan Likwiditas Bank Indonesi (BLBI) jangan lagi main gertak sambal seperti selama ini.
Sudah lebih dari 20 tahun, uang yang dikucurkan Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) Rp 147 triliun membantu dunia perbankan yang koleps diterpa krisis moneter tahun 1977, tak kunjung dikembalikan.
Itu berarti para Obligor atau debitur penikmat uang rakyat itu tidak punya niat baik untuk mengembalikan.
Sehingga sudah saatnya Pemerintah bertindak tegas. Menindak para pengamplang dana BLBI itu sekaligus memidanakan dan menggugat perdata serta menyita aset mereka.
Sepertinya tidak cukup dengan penyitaan aset, tapi aset-aset milik oblogor BLBI itu harus dilelang sesegera mungkin.
Tidak seperti selama ini. Aset- aset yang telah disita tersebut tetap dikelola oleh para obligor atau dibiarkan terlantar sampai rusak dan status kepemilikannya secara
hukum tidak jelas karena tidak dipublikasikan.
Pemerintah kan punya aparat hukum seperti Kepolisian, Jaksa bahkan punya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang bisa dikerahkan untuk menangani kasus BLBI ini. Kalau aparat penegak hukum itu bergabung jadi satu dalam satu tim penanganan kasus BLBI, pasti bisa cepat selesai. Sita aset mereka, umumkan ke publik dan segera dilelang.
Jangan aset yang telah disita itu dibiarkan berlama-,lama dalam kondisi seperti itu. Kasih batas waktu pada para obligor pemilik aset untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak aset yang disita itu segera dilelang.
Ancam para obligor itu, mau kembalikan uang rakyat yang telah diterima atau mau masuk penjara. Masuk penjara bukan berarti bebas dari tanggungjawab mengembalikan dana BLBI.
Karena para obligor itu bisa dikenakan Undang-Undang Korupsi dan hartanya bisa disita untuk dilelang bila aset yang disita dalam perkara BLBI itu tidak cukup untuk membayar uang pengganti dana BLBI yang diterimanya.
Jumlah obligor penerima dana BLBI itu bukan satu dua orang atau satu perusahaan, tapi puluhan jumlahnya.
Umumnya penerima dana BLBI itu adalah pengusaha kakap. Jadi mustahil mereka tidak punya uang untuk mengembalikannya.
Di antara penerima dana BLBI itu terdapat nama yang cukup terkenal seperti Tomy, putra mendiang Presiden Soeharto dan group pengusaha yang cukup beken di negeri ini yaitu Lippo group.
Tidak mungkin mereka tidak sanggup mengembalikan uang BLBI kalau memang mereka ikut menerima.
Satuan Gugas ,( Satgas) BLBI secara resmi menyita aset obligor di sejumlah daerah di Indonesia. Sedikitnya total 49 bidang tanah dengan luas 5.291.200 meter persegi yang disita Satgas.
Penyitaan dilakukan secara simbolis oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani di salah satu lokasi aset tanah milik Lippo Karawaci di Banten Jum,'at ( 27/8/2021)
Seperti Lippo group ini, tidak mungkin tidak punya uang mengingat pihak Lippo group ini kini sedang giat membangun kota baru Maikarta di Cikarang dengan investasi juga tidak kecil mencapai hampi Rp 300 triliun.
Masa mereka mampu membangun kota baru Maikarta, sementara utang BLBI mereka tidak sanggup bayar. Itu adalah hal tidak masuk akal. Pemerintah harus berani bertindak, kalau perlu juga menyita aset Lippo yang Cikarang ini.
Karena jelas mereka tidak.punya niat baik untuk membayar uang BLBI dan tidak mustahil pula dana BLBI itu masuk ke proyek di Cikarang.
Pemerintah juga harus transparan kepada publik, selain Lippo, perusahaan dan bank apa lagi yang mengamplang dana BLBI ini dan belum mengembalikan, agar mendapat dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral agar berani bertindak. Pasti Presiden Jokowi tidak ikut menikmati dana BLBI itu kan.(**)